Tag Archive for: Featured

Bagaimana Menggambarkan Visi

  • Visi seperti peta jalan dalam pikiran kita.
  • Visi dikenal dengan sebutan mental mapping, berisi visualisasi (memberikan gambaran) kepada kita. Mis. Mat. 9:35-38.
  • Dalam menggambarkan visi itu, kita perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
    1. Apa sasaran kita dalam melakukan perjalanan? (lPtr. 1 :8-9)
    2. Bagaimana persiapannya? (Yak. 4:13-15)
    3. Bagaimana sumber dayanya? (2Kor. 3:3-5; Flp. 4:13)
    4. Bagaimana skill dan competency kita? (SWOT)
  • Untuk menggambarkan mapping itu kita menggunakan rumusan 5P:
    1. Program: menguraikan visi dengan suatu rencana. Ini dibuat untuk mencapai tujuan visi. Program jangka pendek, menengah, panjang.
    2. Preparation (Persiapan): Ini merupakan bagian vital (sangat penting) dalam pencapaian visi. Persiapan meliputi sumber daya manusia dan dana (lKor. 3:9)
    3. Potensial (Potensi): Potensi apa yang kita miliki untuk mencapai tujuan dari visi (Ef. 2:8-10). Misalnya: dana yang cukup, SDM, dsb.
    4. Professionalism (Profesionalisme): mempunyai keahlian/kemampuan yang memiliki skill (kecakapan/ketrampilan) dan competency (kesanggupan) untuk mewujudkan visi tersebut (Mzm. 60:14)
    5. Prayer (Berdoa): Ini terpenting sebab menguatkan iman (lTes. 5:17; Luk. 18:1-7; Mat. 7:7-11)
  • Perjalanan visi juga mempunyai rumus 7D:
    1. Dream: visi harus dimulai dengan sebuah impian/cita-cita besar
    2. Dare: keberanian untuk bertindak (1 Yoh. 4: 18)
    3. Do: Visi saja tidak cukup. Kita harus berani mengambil tindakan untuk merencanakan goal-goal yang akan dicapai (Ams. 10:4)
    4. Difficult: Kita tidak boleh takut akan kesulitan (lKor. 10:13)
    5. Dedication: Dedikasi sangat diperlukan agar tidak mundur dari visi (Flp. 1 :5-6)
    6. Done: Kalau sudah mulai harus menyelesaikannya (Yoh. 20:21)
    7. Deal: Saat bahagia tujuan kita telah tercapai (lTes. 5:18; lKor. 10:31)

Kesimpulan:

VISI harus SMART: Specific (Khusus), Measurable (Dapat diukur); Attainable (Dapat Dicapai); Realistic (Realistis); Tangible (Nyata).

Ilustrasi: Rm. 10: 13-15

Saudara, banyak orang Kristen tidak tahu isi Alkitab. Memang mereka membacanya, apalagi kalau hari Minggu, namun mereka tidak pernah mempelajarinya. Akibatnya, banyak orang yang tidak mengetahui bahwa praktek iman yang mereka lakukan salah karena bertentangan dengan Alkitab. Parahnya, mereka tidak mengetahuinya karena mereka hanya mendengar dari orang lain dan bukan mempelajarinya.

Kita perlu dan harus belajar Alkitab dan mempelajari seluruh kebenaran di dalamnya. Mengapa?

  • Pertama, belajar Alkitab itu adalah perintah Tuhan. “Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (2Tim. 2:15).
  • Kedua, hanya Alkitab-lah yang menunjukkan jalan keselamatan. Ini berarti bila Anda mendengar berita keselamatan di luar Alkitab, Anda memakai dasar yang salah. “Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus” (2Tim. 3:15; band. 1Kor. 15:1-4; Rm. 1:16).
  • Ketiga, Alkitab memberi jaminan bagi orang percaya. “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku” (Yoh. 10:27-28; band. Flp. 1:6).
  • Keempat, Alkitab itu memberikan manfaat yang besar. “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim. 3:16; 1Tim. 4:8).
  • Kelima, Alkitab itu kekal selama-lamanya. “tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya.” Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu” (1Ptr. 1:25). “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Mrk. 13:31; band. Mzm. 119:89).
  • Keenam, Alkitab itu akan memberikan damai sejahtera/ketentraman. “Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka” (Mzm. 119:165).
  • Ketujuh, Alkitab akan menjadi hakim saat pengadilan takhta Kristus. “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman” (Yoh. 12:48).

Karena itu, marilah kita rela untuk terus mempelajari Alkitab. Abda tidak akan rugi, bahkan akan banyak menikmati berkat-berkat Tuhan. Tuhan Yesus memberkati.

Source link

(2Sam. 23:5)

KJV—”Although my house be not so with God; yet he hath made with me an everlasting covenant, ordered in all things, and sure: for this is all my salvation, and all my desire, although he make it not to grow.”

Ayat di atas menunjukkan kekecewaan Daud pada kehidupan keluarganya. Dia dapat merasakan pedihnya saat sesuatu tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan.

I. KEHIDUPAN DAUD

  1. Daud adalah sosok yang berkenan di hati Tuhan (1Sam. 16:7); dia adalah biji Allah (Mzm. 17:8); dia membenci pikiran yang sia-sia dan mengasihi hukum-hukum Allah (Mzm. 119:20). Dia berdoa pada pagi-pagi hari (Mzm. 119:147); dia saat teduh di tengah malam (Mzm. 119:62), 7 kali sehari dia memuji Tuhan (Mzm. 119:164).
  2. Namun, Daud tetap tidak sempurna. Saat berdosa, dia bertobat dengan segera dan sungguh-sungguh (Mzm. 32, 51).
  3. Kesetiaannya kepada Tuhan bukanlah sementara tetapi kebiasaan seumur hidup (Kis. 13:36)
  4. Keluarga yang diharapkan Daud (Mzm. 128:1-6)—isteri yang mengagumkan, anak-anak yang taat, rumah yang penuh dengan nyanyian, pujian, kerendahan hati, dan kasih.

II. KEADAAN KELUARGA DAUD YANG SESUNGGUHNYA

  1. Isteri pertamanya adalah anak perempuan Saul, Mikhal—dia semula mencintai Daud, bahkan rela ambil risiko untuk menyelamatkan Daud. Namun, dia kemudian mengalami kepahitan dan berubah mengolok suaminya (2Sam. 6:20) karena Daud mengasihi Tuhan dan menari di hadapan Tuhan dengan segenap tenaga (2Sam. 6:14)
  2. Isterinya banyak—Mikhal (1Sam. 19:11); Abigail (1Sam. 25:42); Ahinoam (1Sam. 30:5); Maakha (2Sam. 3:3); Hagit (2Sam. 3:4); Abital (2Sam. 3:4); Egla (2Sam. 3:5); Batsyeba (2Sam. 12:24) (Yak. 3:16)
  3. Jika isterinya buruk, anak-anaknya lebih buruk—mereka tumbuh dan menyakiti hatinya—Amnon memperkosa saudaranya (2Sam. 13); Absalom membunuh saudaranya dan memberontak terhadap ayahnya (2Sam. 13; 15-18); Adonia menginginkan takhta saudaranya (1Raj. 1:5), dst. Apakah itu muncul dengan sendirinya? Tidak! (Ams. 20:11)

III. KESALAHAN DAUD

  1. Apakah Daud bertanggung jawab akan hal itu?—Hosea punya isteri yang sangat jahat, namun bukan kesalahannya. Bukan jika sungguh-sungguh (Ef. 6:4)—nurture
  2. Apakah Daud berperan dalam kekacauan keluarganya? Ya. Lihat kasus Adonia (1Raj. 1:6; 2Sam. 3:4)—karena elok—bukankah demikian dengan Absalom? (2Sam. 14:25); Salomo?—Daud ayah yang toleran (kompromis; longgar) (Ams. 22:15; 29:15)
  3. Poligami bukan rencana Allah (1Tes. 4:4)
  4. Perzinaan dan pembunuhannya tentunya menjadi teladan buruk buat anak-anak (2Sam. 11)

IV. PENGAKUAN DAUD (ay. 5b)

  1. Menjelang akhir hidupnya—dikatakan dengan iman—Allah tetap dapat memakai keluarga yang tidak sempurna sebagai jalan kedatangan Mesias ke dunia.
  2. Penerapan bagi kita: Masalah-masalah keluarga tidak memisahkan kita dari kasih Kristus (Rm. 8:38-39):
    1. Tidak dengan suami/isteri yang tidak setia
    2. Tidak dengan isteri yang selalu mengkritik
    3. Tidak dengan anak-anak yang tidak taat
    4. Tidak dengan orangtua yang menganiaya anak-anak
    5. Tidak pula dengan gabungan semua masalah itu
  3. Di tangan Tuhan, semua masalah itu bekerja sama untuk kebaikan kita (Rm. 8:28), Bagaimana mungkin (1Ptr. 3:7):
    1. Mengungkapkan kepada kita hal yang perlu kita ketahui, tetapi tidak dapat kita ketahui tanpa adanya masalah. Ayub berkata bahwa dia tidak bersalah, hingga kesulitan hidup dialaminya, saat itulah, dia bertobat (Ayb. 42:6)
    2. Berbagai macam pergumulan itu mengingatkan kita betapa tergantungnya kita kepada Allah. Simson membutuhkan Tuhan setiap saat. Namun, dia tidak mengetahuinya hingga dia mengalami hal yang berat. Dikhianati isterinya, dibutakan, dicambuk, dibelenggu, dan bekerja bersama lembu dan keledai. Saat itulah dia berseru pada Tuhan. (Hak. 16:28)
  4. Bagaimana seorang isteri dapat membuat suaminya setia? Bagaimana orangtua membuat anak-anaknya saling mengasihi? Kita tidak bisa melakukannya. Namun, bagi Tuhan semuanya mungkin,
    1. Kesulitan melatih kita dan menguatkan kita (Yak. 1:3)—kita dilatih untuk lebih sabar, menguasai diri, rendah hati, banyak berdoa, dan penuh pengharapan.
    2. Itu memberikan kita kerinduan akan surga (Why. 14:13). Bagi orang percaya, masalah apapun itu tidak kekal.

Renungan

  • Jika keluarga Anda seperti keluarga Daud, bertobatlah pada Tuhan. Masalah sekecil apapun hendaknya menjadi sinyal bagi kita untuk berdiam, membuka pedoman kita, dan kembali ke jalan yang dikehendaki Tuhan (Mzm. 119:105)
  • Kristus mengasihi Anda apa adanya dan apapun yang Anda alami. Jika suami Anda tidak setia, Juruselamat Anda setia. Jika orangtua Anda tidak peduli pada Anda, Bapa di surga tetap mengasihi Anda. Jika anak-anak Anda membuat Anda menangis saat mungkin Anda berbaring, hadapilah bersama Tuhan (2Kor. 4:17)

Source link

(Luk. 22:54-62)

Mengapa orang seperti Petrus, rasul yang dipakai oleh Tuhan dengan sangat luar biasa, dapat mengalami iman yang sedemikian terpuruk? Petrus yang berkata: Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau! (Luk 22:33), tetapi mengapa masih tetap dapat menyangkal Tuhan? Biar dia seorang rasul atau pengkhotbah besar atau penginjil, dia masih tetap manusia. Benarlah perkataan dalam Rm 3:10: Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Petrus memang melakukan kesalahan, namun dia tidak tetap dalam kesalahannya itu, melainkan dia bangkit dari kesalahannya.

Kita melihat minimal ada 3 hal yang menyebabkan dia dapat bangkit kembali.

Pertama, Petrus ingat akan perkataan Tuhan Yesus (ayat 60-61). Petrus menyangkal Tuhan Yesus sebanyak 3 kali. Pada saat itu, ia lupa akan perkataan Tuhan. Pada saat dia menyangkal Tuhan ketiga kalinya dan Tuhan menatapnya, Ia sadar bahwa ia telah jatuh di titik terendah dalam imannya. Ia telah salah. Namun ketika itu juga, ia ingat akan perkataan Tuhan Yesus. Inilah titik balik dari imannya. Ia memang jatuh di titik terendah, namun dia tidak membiarkan dirinya tetap di dalam titik itu, dia berbalik. Demikian juga dengan kita. Pada saat kita melakukan dosa, kita lupa akan Firman Tuhan. Namun kita harus sama seperti Petrus, kita tidak boleh tinggal di dalam keterpurukan kita, kita harus bangkit, kita harus ingat kembali Firman Tuhan. Dalam II Tim 3:16, Firman Tuhan berfungsi untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, mendidik orang.

Kita harus senantiasa mengingat Firman Tuhan (Mzm 119:11) karena itulah yang menjaga kita agar kita tidak berbuat salah. Apa yang membuat Petrus ingat akan perkataan Tuhan Yesus? Yaitu ketika Yesus menatapnya dan melihat hatinya yang paling dalam. Ketika itu, Petrus tahu bahwa dia telah salah. Dia merasa bahwa dia adalah orang hina yang penuh dengan dosa. Penulis jadi teringat akan syair-syair lagu Sekolah Minggu: “Mata Tuhan melihat apa yang kita perbuat, apa yang baik maupun yang jahat. Oleh sebab itulah jangan berbuat jahat. Ingat! Tuhan melihat!” Allah kita memantau kita di mana pun anda berada dan Dia sekarang sedang menatap anda dan melihat hatimu yang paling dalam, apakah Anda sadar akan dosa-dosa Anda? Maukah Anda seperti Petrus yang tersungkur di depan kaki Yesus?

Kedua, dia menyesal. Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya (ayat 62). Ini adalah ciri-ciri orang yang menyesali kesalahan-kesalahannya. Ia sadar bahwa ia telah melakukan dosa, dia menyesal dan bertobat. Jika kita menyesal tanpa bertobat maka kita akan menjadi seperti Yudas Iskariot. Yudas memang menyesal setelah menjual Yesus dengan harga 30 keping perak. Ia ingin mengembalikan uang itu dan membatalkan transaksi tetapi ditolak oleh para imam. Ia kemudian keluar dan gantung diri. Sungguh tragis, Yudas hanya menyesal tetapi dia tidak bertobat. Jika dia bertobat, dia tidak mungkin melakukan hal yang seperti itu.

Ketiga, setelah itu dia menguatkan saudara-saudaranya (Luk 22:32). Kata ‘kuatkanlah’ dalam bahasa Yunani strizon yang bisa juga berarti membuat berdiri teguh. Petrus memang pernah jatuh dan dia telah bangkit lagi. Namun semua usahanya tidak sampai di sana, Tuhan menyuruhnya untuk menguatkan saudara-saudaranya yang lain setelah dia mengalami kejatuhan. Biasanya seseorang yang telah jatuh dalam dosa tertentu dan dia dapat bangkit lagi, dia akan semakin dewasa dan memberitahukan teman seiman untuk tidak mengulangi dosa yang sama. Dan menurut catatan, dia adalah seorang rasul terkemuka di antara rasul yang lainnya. Demikian juga dengan kita, kita mungkin pernah jatuh ke dalam dosa dan kita berhasil bangkit dari kesalahan kita, namun Allah tidak menyuruh kita untuk berhenti sampai di sana, Tuhan menyuruh kita untuk menguatkan saudara-saudara kita yang lainnya. Memang kadang-kadang Tuhan pakai kejatuhan kita untuk dijadikan batu loncatan agar kita dapat bertumbuh.

Maukah anda menjadi seorang “Petrus” yang berani mengakui dirinya telah berbuat salah, memandang kepada Yesus yang tahu isi hati kita, menyesali dosa kita, bertobat dari dosa-dosa kita dan setelah itu kita menguatkan saudara-saudara kita yang lainnya?

Sumber: http://zurishaddaiallofgrace.blogspot.com/2011/05/membangun-keluarga-mzm-1271-5-ti-24-5.html
Image: Unsplash Photo by Danny G